1. Bioteknologi putih/abu-abu
(white/gray biotechnology)
Bioteknologi
yang diaplikasikan dalam industri seperti pengembangan dan produksi senyawa
baru serta pembuatan sumber energi terbarukan.
a. Tempe
Tempe
Merupakan makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau
beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh.
stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus. Kapang yang tumbuh pada kedelai
menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah
dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat
besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti
antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit
degeneratif.
Terdapat
berbagai metode pembuatan tempe. Namun, teknik pembuatan tempe di Indonesia
secara umum terdiri dari tahapan perebusan, pengupasan, perendaman dan
pengasaman, pencucian, inokulasi dengan ragi, pembungkusan, dan fermentasi.
Pada
tahap awal pembuatan tempe, biji kedelai direbus. Tahap perebusan ini berfungsi
sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji kedelai menyerap air sebanyak mungkin.
Perebusan juga dimaksudkan untuk melunakkan biji kedelai supaya nantinya dapat
menyerap asam pada tahap perendaman.
Kulit
biji kedelai dikupas, pada tahap pengupasan agar miselium fungi dapat menembus
biji kedelai selama proses fermentasi. Pengupasan dapat dilakukan dengan
tangan, diinjak-injak dengan kaki, atau dengan alat pengupas kulit biji.
Setelah dikupas, biji kedelai direndam. Tujuan tahap perendaman ialah untuk
hidrasi biji kedelai dan membiarkan terjadinya fermentasi asam laktat secara
alami agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi.
Fermentasi asam laktat terjadi dicirikan oleh munculnya bau asam dan buih pada
air rendaman akibat pertumbuhan bakteri Lactobacillus. Bila pertumbuhan bakteri
asam laktat tidak optimum misalnya di negara-negara subtropis, asam perlu
ditambahkan pada air rendaman. Fermentasi asam laktat dan pengasaman ini
ternyata juga bermanfaat meningkatkan nilai gizi dan menghilangkan
bakteri-bakteri beracun.
Proses
pencucian akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang mungkin dibentuk
oleh bakteri asam laktat dan agar biji kedelai tidak terlalu asam. Bakteri dan
kotorannya dapat menghambat pertumbuhan fungi.
Inokulasi
dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe atau laru. Inokulum
dapat berupa kapang yang tumbuh dan dikeringkan pada daun waru atau daun jati
(disebut usar; digunakan secara tradisional), spora kapang tempe dalam medium
tepung (terigu, beras, atau tapioka; banyak dijual di pasaran), ataupun kultur
R. oligosporus murni (umum digunakan oleh pembuat tempe di luar Indonesia).
Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
Ø
penebaran inokulum pada
permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu dicampur
merata sebelum pembungkusan.
Ø
Inokulum dapat dicampurkan
langsung pada saat perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan.
Setelah
diinokulasi, biji-biji kedelai dibungkus atau ditempatkan dalam wadah untuk
fermentasi. Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat digunakan (misalnya daun
pisang, daun waru, daun jati, plastik, gelas, kayu, dan baja), asalkan
memungkinkan masuknya udara karena kapang tempe membutuhkan oksigen untuk
tumbuh. Bahan pembungkus dari daun atau plastik biasanya diberi lubang-lubang
dengan cara ditusuk-tusuk.
Biji-biji
kedelai yang sudah dibungkus dibiarkan untuk mengalami proses fermentasi. Pada
proses ini kapang tumbuh pada permukaan dan menembus biji-biji kedelai,
menyatukannya menjadi tempe. Fermentasi dapat dilakukan pada suhu 20 °C–37 °C
selama 18–36 jam. Waktu fermentasi yang lebih singkat biasanya untuk tempe yang
menggunakan banyak inokulum dan suhu yang lebih tinggi, sementara proses
tradisional menggunakan laru dari daun biasanya membutuhkan waktu fermentasi
sampai 36 jam.
Tempe
berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat menghambat
proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif (aterosklerosis,
jantung koroner, diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu tempe
juga mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah,
pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain.
Komposisi
gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah
dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang
dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe
menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam
kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala
kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan
semua umur.
Sepotong
tempe goreng (50 gram) sudah cukup untuk meningkatkan mutu gizi 200 g nasi.
Bahan makanan campuran beras-tempe, jagung-tempe, gaplek-tempe, dalam
perbandingan 7:3, sudah cukup baik untuk diberikan kepada anak balita.
Selama
proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan derajat
ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk
(polyunsaturated fatty acids, PUFA) meningkat jumlahnya. Dalam proses itu asam
palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan kenaikan
terjadi pada asam oleat dan linolenat (asam linolenat tidak terdapat pada
kedelai). Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek penurunan terhadap kandungan
kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam
tubuh.
b. Pembuatan Bir
Bahan
baku yang digunakan dalam pembuatan minuman keras adalah bahan-bahan alami yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan. Secara umum ada dua jenis tanaman yang sering
dipakai, yaitu perasan buah (jus) dan biji-bijian, meskipun kadang-kadang nira
atau tebu juga dipakai untuk minuman beralkohol tradisional. Perasan buah yang
paling banyak dipakai adalah anggur, sedangkan biji-bijian yang banyak
digunakan adalah barley, gandum, hope dan beras.
Dalam
pembuatannya bahan-bahan tersebut kemudian difermentasi. Fermentasi adalah
proses pengolahan yang menggunakan peranan mikroorganisme (jasad renik),
sehingga dihasilkan produk-produk yang dikehendaki. Jasad renik adalah makhluk
hidup yang sangat kecil, sehingga mata biasa tidak mampu melihatnya. Ia hanya
bisa dilihat dengan menggunakan mikroskop.
Fermentasi
Spontan dalam Minuman Beralkohol / Minuman Keras. Ada kalanya proses pembuatan
minuman keras ini tidak harus ditambahkan ragi atau yeast dengan sengaja. Karena
mikroorganisme sebenarnya ada di sekeliling kita, termasuk di udara bebas, maka
sebenarnya proses fermentasi bisa berlangsung secara langsung, tanpa harus
menambahkan ragi ke dalamnya. Proses inilah yang dikenal dengan fermentasi
spontan. Hal ini terjadi pada fermentasi perasan buah anggur. Buah anggur yang
diperas dan dibiarkan di udara terbuka, maka dengan sendirinya akan berlangsung
proses fermentasi dari mikroba yang ada di udara. Jika proses tersebut sudah
berlangsung bertahun-tahun, maka mikroba yang ada di udara secra alamiah akan
terseleksi sendiri, sehingga hanya mikroba tertentu sajalah yang dominan.
Itulah yang terjadi pada industri-industri khamer tradisional. Dalam dunia
anggur, kita mengenal jenis-jenis anggur tertentu yang disimpan di dalam
peti-peti kayu. Semakin lama anggur itu disimpan, semakin mahal pula harga
anggur tersebut, karena akan dihasilkan cita rasa spesifik yang sangat khas.
Fermentasi
spontan ini bisa terjadi di mana saja, termasuk juga pada minuman jus yang kita
miliki dan kita ketahui sebagai minuman halal. Kalau kita menyimpan jus buah
yang tidak habis, maka dalam beberapa hari jus tersebut akan mengalami
fermentasi spontan dan berubah menjadi minuman beralkohol. Status hukumnya akan
sama dengan minuman keras yang mengandung alkohol. Inilah yang kadang-kadang
kurang disadari oleh masyarakat. Ketidaktahuan akan proses fermentasi spontan
ini bisa saja menjerumuskan kita kepada minuman beralkohol yang memabukkan.
Proses
pembuatan bir sebenarnya sederhana saja. Prinsip yang digunakan sama seperti
pembuatan minuman keras buatan lokal Indonesia, atau seperti pembuatan tape
ketan, yaitu dengan memanfaatkan proses fermentasi. Bulir gandum (atau
sejenisnya) dibiarkan tumbuh berkecambah, kemudian dikeringkan. Proses
penumbuhan kecambah ini akan menghasilkan yang mengandung enzim amilase (yang
mampu mengubah karbohidrat menjadi gula, seperti air liur di dalam mulut kita)
yang terdiri dari alpha amilase dan beta amilase. Kemudian, Malt ini (bulir
gandum berkecambah) dihancurkan dan dicampur dengan air panas atau direbus
selama 1 – 2 jam. Setelah menjadi cairan gula, ditambahkan dengan buah hop
(yang memberikan rasa pahit). Setelah itu ditambahkan ragi. Di sinilah proses
fermentasi dimulai dengan mendiamkannya selama satu hingga tiga minggu. Gula
akan menjadi alkohol dan gas karbondioksida. Setelah itu didinginkan, diperas
dan disaring. Maka jadilah bir. Itu sebabnya, bir terkadang disebut sebagai
roti cair, sebab bahan dasar pembuatnya memang berasal dari bahan yang sama,
yaitu bulir gandum.
Bioteknologi Putih/Abu-Abu (White/Gray Biotechnology)
4/
5
Oleh
Wahid Priyono,S.Pd.